kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,35   -7,01   -0.75%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren Bisnis Jasa Lingkungan


Sabtu, 28 November 2020 / 11:32 WIB
Tren Bisnis Jasa Lingkungan
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Melihat perkembangan yang ada saat ini, saya sangat yakin bahwa bisnis jasa lingkungan akan tumbuh positif di masa yang akan datang. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Pasalnya, melihat kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan dewasa ini, bisa berbanding lurus dengan lahirnya kesadaran dan kepedulian publik terhadap lingkungan itu sendiri.

Memang soal kepedulian terhadap lingkungan tidak bisa muncul secara instan atau cepat. Namun untuk membentuk hal tersebut memang perlu kesadaran publik secara perlahan akan pentingnya pembangunan berkelanjutan. Sehingga cara usang yang eksploitatif terhadap lingkungan mulai beralih dan bergeser menjadi solusi pembangunan yang tidak merusak lingkungan.

Maka kepedulian terhadap lingkungan yang semakin besar sejatinya menciptakan peluang besar untuk mengembangkan model ekonomi tanpa merusak lingkungan. Krisis lingkungan yang tidak dapat terelakkan akan membuat sebuah peralihan, pergeseran, bahkan disrupsi dari model perekonomian yang merusak atau yang selama ini dikenal sebagai brown economy menjadi apa yang disebut dengan ekonomi hijau atau green economy.

Dalam konteks ekonomi hijau, semakin rendah angka deforestasi atau semakin rendah kerusakan lingkungan yang terjadi maka semakin berkualitas pula sebuah pertumbuhan yang diinginkan. Bukankah selama ini pertumbuhan yang berkualitas adalah tujuan dari roda perekonomian?

Tidak dapat dimungkiri, model ekonomi dunia dari masa ke masa telah mengalami perubahan yang dramatis. Sebut saja, dimulai dari ekonomi klasik yang diawali dengan pemikiran Adam Smith yang runtuh dan digantikan dengan ekonomi ala John Maynard Keynes (Keynesian) yang disebut sebagai pintu keluar dari depresi hebat (The Great Depression) pada 1930.

Kemudian, hal baru muncul lagi. Para ekonom dan banyak pihak percaya bahwa masa Keynesian telah berakhir dan kini seharusnya ekonomi modern ala Michael Hudson (Hudsonian) lebih cocok diterapkan setelah krisis ekonomi 2008 yang diawali dengan krisis kredit perumahan (subprime mortgage).

Dengan kasat mata, dunia telah melihat bahwa disrupsi ekonomi adalah sebuah kepastian yang nyata terjadi. Lihat saja, pasar-pasar konvensional, kini mulai tergantikan dengan sistem dalam jaringan atau daring (online).

Begitu pula dengan model ekonomi yang eksploitatif karena pada dasarnya dari model ekonomi tersebut adalah bertumpu pada ekonomi yang merusak. Dan model ekonomi seperti itu tidak akan bertahan lama akibat sumber daya alam (SDA) yang semakin menipis bahkan terancam.

Ancaman dari kehilangan sumber daya alam tersebut, seharusnya menjadi patokan dunia sehingga dampak terhadap lingkungan menjadi haluan utama untuk keluar dari berbagai krisis lingkungan. Oleh karena itu, bisnis jasa lingkungan akan mendapatkan tren positif di hari demi harinya dan ini bersamaan dengan semakin cerdasnya publik menyikapi kondisi lingkungan yang ada.

Model jasa lingkungan

Sudah menjadi pengetahuan umum yang terjadi saat ini adalah mulai munculnya beragam jenis bisnis jasa lingkungan yang sudah berkembang, hingga selama pandemi korona ini. Misalnya bisnis pengelolaan sampah menjadi pupuk, kerajinan tangan bernilai ekonomis, bahkan sampah dengan pengembangan tenaga listrik berbasis lingkungan, salah satu contohnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau PLTSa. Adanya jenis pembangkit ramah lingkungan tersebut membuat persoalan sampah akhirnya mulai mendapatkan titik terang dengan munculnya ide-ide bisnis berkelanjutan, tak cuma sekedar untuk pembangkit listrik saja.

Lantas di ranah kehutanan, kesadaran publik akan pentingnya menjaga hutan menumbuhkan berbagai macam solusi untuk melestarikan kawasan hijau tersebut. Ini karena kesadaran masyarakat mulai tinggi dan semakin percaya bahwa dengan menjaga hutan yang ada berarti juga bisa melawan dampak perubahan iklim.

Terkait hal ini, perlawanan terhadap dampak perubahan iklim di Indonesia diwujudkan dengan upaya menjaga lingkungan. Salah satunya melalui program perhutanan sosial. Program ini sejatinya merupakan program yang dikembangkan agar masyarakat desa mendapatkan akses dan kesempatan untuk mengelola hutan desa atau hutan adat untuk meningkatkan perekonomiannya.

Berbagai macam model bisnis perhutanan sosial telah dikembangkan. Seperti misalnya model bisnis ekowisata sampai dengan pengelolaan hasil hutan bukan kayu seperti hasil bercocok tanam, madu hutan, dan beragam jenis tanaman obat.

Yang menarik adalah upaya melestarikan lingkungan salah satunya dengan menjaga hutan, juga dapat menghasilkan pendanaan bagi masyarakat dengan mengakses perdagangan pasar karbon. Sederhananya, upaya menjaga hutan dengan dibuktikan keberadaan hutan yang tetap lestari dapat dihitung atau dikalkulasikan dengan sistem kredit karbon. Dengan perhitungan yang akurat kredit tersebut dapat diperdagangkan melalui mekanisme pasar karbon internasional. Perdagangan karbon sendiri merupakan perdagangan ijin melepaskan emisi gas rumah kaca (GRK).

Bukan hanya itu, inisiatif lokal pengelolaan hutan juga muncul dalam sistem crowfunding yang dinamakan pohon asuh. Sistem pohon asuh ini salah satunya dikembangkan oleh masyarakat Nagari Sirukam, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Dengan adanya pohon asuh, masyarakat secara luas dapat berkontribusi sebagai pengasuh pohon dengan memberikan pendanaan yang nilainya sudah ditentukan dan terbilang sangat ekonomis. Untuk pohon adopsi di Nagari Sirukam sendiri, misalnya, satu pohon dihargai Rp 200.000 per tahun dan ribuan pohon berpotensi untuk diadopsi yang artinya masyarakat mendapatkan peluang penguatan ekonomi yang besar sembari menjaga hutan.

Sekarang ini sudah saatnya para pemilik modal mulai memperhitungkan dan mempertimbangkan peluang besar bisnis jasa lingkungan atau juga komitmen terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini bukan hanya cara untuk mengambil simpati publik yang artinya juga menarik minat pasar tapi juga merupakan upaya para pebisnis untuk berkontribusi dalam memerangi krisis lingkungan. Sudah saatnya model pembangunan hijau atau pembangunan tanpa merusak lingkungan diwujudkan, karena tidak ada kata terlambat.

Penulis : Delly Ferdian

Peneliti Yayasan Madani Berkelanjutan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×