kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Unrealized Loss


Selasa, 23 Februari 2021 / 10:46 WIB
Unrealized Loss
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Unrealized loss atau kerugian yang belum terealisasi atas kebijakan investasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menjadi topik hangat belakangan ini. Aksi Kejaksaan Agung (Kejagung) menyidik dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) akhir Januari lalu, jadi pemicunya.

Kejagung turun tangan, pasca terkuak adanya unrealized loss pengelolaan dana investasi BP Jamsostek senilai Rp 43 triliun. Muncul pertanyaan, apakah unrealized loss hasil dari kebijakan investasi manajemen BP Jamsostek, merupakan kerugian negara yang bisa dipidana berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) No 31/1999?

Sebelumnya harus dipahami apa yang dimaksud kerugian negara. UU BPK No 1/2006 Pasal 1 ayat (15) bilang, kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya, akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 25/2016 mempertegas, bahwa kerugian negara harus dibuktikan dan harus dapat dihitung meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi.

Adanya frasa "meskipun belum terjadi", identik dengan apa yang kita pahami terkait potensi kerugian (potential loss) dan unrealized loss. Potensi kerugian dalam kasus investasi BP Jamsostek terjadi karena penurunan nilai portofolio, yang bisa disebabkan oleh fluktuasi pasar. Tentu hal ini lumrah di dunia pasar modal, yang menganut prinsip high risk high return.

Sampai di sini, berdasarkan putusan MK No 25/2016 tadi, potential loss dapat disebut sebagai kerugian negara.

Namun apakah kondisi tersebut kemudian bisa mempidana manajemen BP Jamsostek? Tentu Kejagung harus dapat membuktikan tindak pidana korupsi seperti dirumuskan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Pasal itu menyatakan tindakan korupsi adalah perbuatan setiap orang secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain/korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Mampukah Kejagung membuktikan adanya perbuatan pidana di BP Jamsostek? Gedung Bundar hingga kini belum menetapkan tersangka.

Semoga, aksi penyidikan Kejagung itu, tidak hanya menjadi bola liar yang mengiringi proses pemilihan dewan pengawas dan direksi BP Jamsostek periode 2021-2026 beberapa waktu lalu. Sebagai pengelola dana yang kini berjumlah Rp 494,06 triliun, BP Jamsostek memang entitas yang sangat seksi.

Penulis : Yuwono Triatmodjo

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×