kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Upaya memintal ekosistem digital


Senin, 01 April 2019 / 14:02 WIB
Upaya memintal ekosistem digital


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Ojek online resmi dikukuhkan sebagai angkutan yang legal mengaspal. Mahkota ini juga disematkan kepada moda transportasi berbasis sepeda motor lainnya, termasuk ojek konvensional.

Melengkapi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12/2019 yang memuat aturan untuk layanan transportasi kendaraan sepeda motor itu, pemerintah juga telah menetapkan batasan tarif atas dan bawah untuk ojek online. Artinya, besaran tarif kini di bawah kontrol pemerintah. Penentuannya bukan lagi di pihak aplikator.

Selain untuk kepentingan perlindungan dan keselamatan, beleid tersebut merupakan lampu hijau yang memacu perkembangan ekonomi digital. Ojek online bukan sekadar angkutan antar jemput penumpang semata.

Korps jaket hijau itu merepresentasikan wajah masa depan ekonomi Indonesia yang bertumpu pada ekosistem digital. Model ekonomi yang berdiri di atas prinsip keterbukaan, kolaborasi dan spirit berbagi untuk selalu tumbuh bersama.

Ojek online harus diakui merupakan mata rantai dari ekosistem bisnis yang tumbuh masif beberapa tahun ini. Telah banyak riset yang mencatat bahwa ojek online berkontribusi sebagai motor ekonomi. Menjadi pengemudi ojek berbasis aplikasi bahkan jadi opsi profesi yang digemari.

Ojek online pun menjelma sebagai layanan multi jasa. Bukan sekadar mengantar penumpang semata. Tapi juga sebagai pemesan makanan, obat-obatan hingga kebutuhan harian rumah tangga, pengirim barang, dan juga sebagai sarana untuk pembayaran digital.

Mengemban fungsi beragam mendaulat mitra pengemudi ojek online berada pada posisi krusial di tengah sistem aplikasi berbasis gawai yang membentuk ekosistem industri. Diversifikasi produk yang ditawarkan dalam aplikasi ojek online bertumpu pada mitra pengemudi. Tanpa mitra pengemudi, beberapa fungsi bisnis tidak bisa dijalankan.

Berbasis ekosistem

Namun, memintal ekosistem digital tidak sesimpel melakukan digitalisasi bisnis. Konstruksi ekosistem digital adalah proses kompleks yang melibatkan banyak elemen industri. Untuk mengikat ragam komponen tersebut menjadi orkestra kekuatan ekonomi.

Fenomena ojek online ini menarik dicermati dalam peta dinamika ekonomi digital Indonesia. Ojek online adalah tumpuan dalam membangun ekosistem industri digital yang bermula dari ride hailing. Satu sektor bisnis digital, yang lantas berkembang menjadi layanan multi produk. Keberadaan mitra pengemudi ojek online ampuh mengakselerasikan pertumbuhan ekosistem industri ini hingga menciptakan eskalasi dampak ekonomi.

Secara teknis, kita dapat melihat layanan pemesanan makanan via ojek online berdampak scalable pada produk kuliner dari pelosok gang dapat bersaing dengan restoran berbintang di tempat mentereng. Aplikasi di gawai meruntuhkan sekat tradisional yang selama ini menciptakan demarkasi usaha kecil masyarakat bawah dengan bisnis konglomerasi.

Begitulah sebuah industri yang tumbuh membentuk ekosistem digital. Sistem ekonomi inklusif yang dapat diakses oleh semua pihak yang ingin terlibat menjadi bagian dari masyarakat dari ekosistem tersebut. Menikmati nilai tambah ekosistem yang tak mungkin diperoleh dalam konsep relasi bisnis konvensional.

Namun pada saat yang sama, masyarakat dari ekosistem digital juga dituntut menginjeksi nilai tambah yang dapat dinikmati oleh pihak lain. Ringkasnya, ekosistem digital adalah sistem bisnis yang terintegrasi secara digital dan didalamnya terjadi transaksi nilai (value sharing) secara efisien.

Dalam pendekatan yang senada, inilah yang disebut oleh duo ekonom kawakan Harvard, Michael Porter dan Mark Kramer sebagai created value sharing (CVS). Konsep bisnis yang diperkenalkan pada 2006 dan dipaparkan secara gamblang di 2011 melalui tulisan berjudul Creating Shared Value: Redefining Capitalism and the Role of the Corporation in Society di Harvard Business Review. Konsep tersebut sarat dengan nafas sosial.

Premis dari CVS berangkat dari relasi antara korporat dengan masyarakat di sekitarnya yang secara sederhana diterjemahkan dengan program corporate social responsibility (CSR). Menurut Porter, kebijakan dan praktik korporasi dalam meningkatkan daya saing bisnis harus berpijak pada impact eskalasi sosial ekonomi yang mereka kontribusikan kepada masyarakat yang menjadi basis operasi bisnis mereka.

Sepintas, konsep ini mungkin nampak mirip dengan CSR. Namun terdapat banyak perbedaan. Terutama karena CSR hanya berkutat pada isu keberlanjutan lingkungan secara limitatif. Sementara CVS mendorong korporasi untuk menciptakan rantai nilai yang melibatkan masyarakat menjadi bagian penting bagi proses bisnis. Dalam studi kasus ojek online, peran itulah yang dilakukan aplikator sebagai institusi bisnis yang mewadahi banyak usaha kecil menikmati berkah ekonomi ledakan teknologi.

Created value sharing berarti menciptakan nilai ekonomis sekaligus nilai sosial. Apa yang baik bagi masyarakat berarti baik bagi bisnis. Profit berarti keuntungan yang mendorong masyarakat maju bersama dan korporasi tumbuh lebih cepat. Jadi jelas, bahwa CVS ini bukan CSR. Motivasinya bukan capital gaining semata, tapi juga bernafaskan spirit menebarkan dampak sosial.

Kendati sarat nafas misi sosial, pengembangan CVS sendiri sebetulnya murni untuk bisnis. Bahkan disebut-sebut sebagai upaya kapitalisme menjaga eksistensi dengan jubah yang lebih sosialis. Terlepas dari perdebatan siapa yang memanfaatkan siapa dalam konsep ini, faktanya CVS sangat relevan dalam pendekatan bisnis masa kini yang sarat spirit kolaborasi.

Isu pengembangan ekosistem industri digital dengan pendekatan bisnis berbasis created value sharing menarik dikaji lebih jauh. Mengingat kebutuhan dan potensi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia ke depan harus diarahkan pada pendekatan model bisnis yang skalabel. Agar momentum ekonomi digital yang tengah terjadi menjadi eskalasi dalam mengatrol ekonomi arus bawah.

Apalagi akhir-akhir ini mencuat perdebatan tentang benefit ekonomi yang dituai Indonesia dari ledakan industri digital. Beberapa start up khususnya di sektor e-commerce ditengarai hanya membawa uang Indonesia lari ke luar negeri alih-alih mengangkat marwah produk lokal. E-commerce dituding justru menjadi keran bagi produk-produk impor.

Patut dicatat, sektor e-commerce memang belum membentuk ekosistem industri yang kuat. Sektor produksi terutama, masih amat bergantung pada produk impor. Sejauh ini, e-commerce cuma kuat di lini distribusi. Padahal, untuk menuai benefit yang optimal dan masif, e-commerce harus memberdayakan ekonomi lokal dari hulu ke hilir.♦

Jusman Dalle
Direktur Eksekutif Tali Foundation

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×