kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Upaya Mencapai Laju Ekonomi 2021


Kamis, 27 Mei 2021 / 09:35 WIB
Upaya Mencapai Laju Ekonomi 2021
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu 5 Mei 2021 mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I masih terkontraksi -0,74% secara tahunan (yoy). Kontraksi perekonomian di triwulan I masih lebih baik dibanding triwulan sebelumnya yakni kontraksi -2,19% (yoy). Ini menunjukkan program pemerintah untuk membalikkan keadaan resesi ekonomi melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mulai terlihat dampaknya.

Sekitar satu bulan sebelum BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2021, penulis melakukan simulasi dengan pendekatan computable general equilibrium untuk melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2021. Hasil simulasi tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjadi pada triwulan I-2021 sebesar -0,80% (y-o-y) dengan mengasumsikan tingkat keterisian atau permintaan output sektor transportasi, akomodasi makanan minuman/restoran, dan perhotelan maksimum hanya 65% dari kondisi output normal tahun 2019 sebelum terjadinya krisis.

Fenomena ini seolah membuktikan suatu hipotesis bahwa hingga triwulan I 2021, aktivitas perekonomian terutama pada sektor ekonomi yang disebutkan sebelumnya di atas belum kembali normal seperti sebelum 2020.

Pemulihan ekonomi Indonesia tentu akan terus berlanjut dalam triwulan selanjutnya dengan berbagai kebijakan pemerintah dalam memulihkan ekonomi nasional. Namun, kunci utama dari proses pemulihan ekonomi nasional terletak pada penanganan Covid-19 di Indonesia.

Sharma et al (2020) dalam jurnalnya "V, U, L or W shaped economic recovery after Covid-19: Insights from an Agent Based Mode" membahas mengenai pola pemulihan pertumbuhan ekonomi yang mungkin akan dihadapi oleh negara-negara di dunia. Hasil analisis jurnal tersebut menunjukkan pola pemulihan pertumbuhan ekonomi akan berbeda antar negara yang bergantung pada dua hal utama, yaitu kebijakan restriksi mobilitas masyarakat (lockdown), dan stimulus fiskal (policy response) yang diberikan oleh pemerintah.

Jika suatu negara memberlakukan lockdown hanya satu kali maka bentuk recovery yang akan terjadi mirip huruf V atau U, sedangkan bila suatu negara memberlakukan lockdown berulang atau bahkan lockdown yang berkepanjangan maka bentuk recovery yang terjadi akan mirip huruf L atau W. Lalu bagaimana dengan pola pemulihan pertumbuhan ekonomi Indonesia?

Indonesia bisa dipastikan memiliki pola pemulihan mirip dengan lambang ceklis yang memanjang dengan nilai terbawah triwulan II-2020 dan puncaknya triwulan II-2021 lalu turun di triwulan III - dan kuartal IV-2021.

Target sepanjang tahun

Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan mengungkapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2021 sebesar 7% (y-o-y). Rasa optimistis tersebut didasarkan pada beberapa perbaikan indikator makroekonomi seperti Purchasing Managers Index IHS Markit yang naik menjadi 54,6 pada April 2021, kinerja ekspor yang membaik dan bahkan mengalami surplus perdagangan, inflasi yang terkendali, stimulus fiskal melalui program PEN, serta program vaksinasi yang terus berjalan agar pandemi bisa lebih dikendalikan. Lembaga analisis kebijakan dan analisa data SigmaPhi memproyeksikan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2021 hanya tumbuh sebesar 6,4%-6,6% (yoy).

Proyeksi ini dengan asumsi kondisi triwulan II- 2021 tidak berbeda triwulan I- 2021, terutama kondisi tingkat keterisian atau permintaan output sektor transportasi, akomodasi makanan minuman/restoran, dan perhotelan maksimum hanya sebesar 65% dari kondisi output normal tahun 2019. Asumsi ini juga didasari dengan adanya kebijakan larangan mudik yang turut memengaruhi aktivitas perekonomian dari sisi spending masyarakat secara umum, khususnya pengeluaran masyarakat di sektor transportasi, restoran, dan perhotelan.

Melihat fenomena tersebut, menjadi hal yang menarik untuk dilihat apakah mungkin pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7% pada triwulan II-2021? Pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada triwulan II 2021 bisa saja terjadi namun perlu effort kerja yang lebih besar bagi pemerintah, terutama dalam pengendalian pandemi.

Pengendalian pandemi menjadi kunci utama untuk menentukan apakah aktivitas perekonomian akan dilakukan "gas" atau dilakukan "rem" yang berdampak pada kontraksi ekonomi.

Secara teoritis, pertumbuhan ekonomi akan dilihat dari dua sumber utama, yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dalam sisi pengeluaran, dan PDB dalam sisi sektor lapangan usaha. Menjaga konsumsi masyarakat, meningkatkan investasi ke dalam negeri melalui optimalisasi peran UU Cipta Kerja, meningkatkan pengeluaran pemerintah seperti program PEN, dan meningkatkan ekspor penting untuk didorong sebagai sumber pertumbuhan ekonomi di sisi pengeluaran.

UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menjadi game changer pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan dapat meningkatkan investasi Indonesia pada tahun 2021. Jika pemerintah ingin mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pada triwulan II 2021, pemerintah perlu menjaga pertumbuhan konsumsi masyarakat, pengeluaran pemerintah, dan pertumbuhan ekspor rata-rata sebesar 5%, serta pertumbuhan investasi minimal 13%-16%.

Aktivitas sektor lapangan usaha yang bersifat high contact seperti restoran, transportasi, dan perhotelan merupakan sektor yang sangat terdampak di masa pandemi. Sumber pertumbuhan ekonomi dari ketiga sektor tersebut pada triwulan II 2021 perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi lapangan usaha lainnya yang lebih besar, mengingat pada triwulan II 2021 aktivitas perekonomian di ketiga sektor tersebut masih mengalami restriksi aktivitas karena belum tercapainya herd immunity.

Namun, secara jangka panjang, dampak yang persisten mungkin dialami oleh ketiga sektor tersebut (restoran, transportasi, dan perhotelan) meski pandemi sudah berakhir atau masyarakat sudah mengalami herd immunity. IMF dalam laporannya "Managing Divergent Recveries" edisi April 2021 mengungkapkan bahwa kebijakan remote working akan terus diadaptasi meskipun pandemi telah usai.

Adaptasi ini terutama dilakukan oleh sektor pekerjaan yang bersifat knowledge, sehingga fenomena ini akan membawa konsekuensi pada penurunan permintaan masyarakat di sektor transportasi, restoran dan perhotelan. Sehingga perlu penyesuaian yang bersifat jangka panjang bagi para pelaku usaha di ketiga sektor ini untuk beradaptasi dengan adanya fenomena remote working mulai saat ini hingga di masa mendatang. Pemerintah pun perlu beradaptasi dan mencari sumber pertumbuhan baru sebagai kompensasi dari penurunan permintaan ketiga sektor ini guna mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional.

Penulis : Muh Mulya Tarmizi

Peneliti Ekonomi Makro Sigmaphie

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×