Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Tri Adi
Di tengah konsumsi rumah tangga yang melambat pada kuartal III-2017, pertumbuhan investasi dan ekspor sepanjang Januari-September 2017 justru menguat.
Untuk investasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani hanya memproyeksikan pertumbuhan investasi sekitar 6%. Namun, realisasinya ternyata menyentuh 7,11%. Ini membuktikan adanya kepercayaan yang tinggi dari pelaku usaha.
Saya melihat, dunia usaha sekarang mayoritas justru sedang upbeat. Terbukti dengan nilai investasi yang tumbuh secara tahunan. Momentum ini perlu dijaga oleh pemerintah.
Persepsi konsumen belakangan ini banyak dipengaruhi oleh berita-berita tentang sektor ritel yang banyak menutup gerai. Padahal, itu hanya sebagian kecil dari konsumsi masyarakat.
Pekerja sektor ritel pun pindah ke sektor-sektor lain yang sedang tumbuh pesat seperti transportasi, pergudangan, dan jasa lainnya. Untuk hal ini saya menyebutnya perubahan struktur perekonomian.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sendiri konsisten terus di sekitar 5%. Harapan untuk tumbuh lebih tinggi yang kemudian membuat kita biasanya kurang puas.
Makanya, saya melihat, daya beli kita tidak turun. Upah riil semua sektor mengalami tren naik, khususnya naik signifikan di tahun 2016 kemarin. Walaupun memang ada penurunan pada tahun 2015.
Nah, yang terjadi sekarang adalah penundaan konsumsi. Tentunya ini tidak ideal bagi perekonomian dalam jangka pendek.
Namun, harapannya dengan investasi dan ekspor yang mulai terlihat tren positif, konsumsi nanti akan ikut juga. Sebagai catatan saja, ekspor mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,26% berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal III-2017.
Kepercayaan investor sendiri tidak terlihat terganggu disitu. Faktor yang membuat mereka tetap berinvestasi meskipun ada persepsi soal daya beli tersebut adalah Ease of doing business (EoDB) yang naik cepat dalam tiga tahun terakhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News