Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - Meski sehari-hari kita yang menjalani, denyut nadi ekonomi acap baru terasa meyakinkan setelah kita simak data valid dan akurat. Begitu pula dengan kondisi ekonomi di kala pandemi.
Data pemerintah menyebut penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Impor minus 72,63%, PPh Orang Pribadi minus 7,82%, dan PPh Badan minus sampai 57,74%, per September 2020 dibanding bulan yang sama tahun lalu.
Bisa kita duga, penurunan penerimaan PPh itu sekadar turunan dari penurunan pendapatan masyarakat maupun pendapatan perusahaan. Memang, sebagian penurunan pendapatan pajak tersebut akibat beberapa kebijakan keringanan pajak. Namun demikian kebijakan tersebut diambil sebagai respon pemerintah atas penurunan pendapatan perusahaan dan perorangan.
Mencermati angka-angka tersebut kita menjadi lebih paham betapa parah dampak pandemi Covid-19 yang kini masih berlangsung ini terhadap ekonomi. Data-data semakin membikin masgul manakala kita ketahui bahwa PPh Pasal 21 alias pajak penghasilan karyawan menjadi satu-satunya jenis pajak yang tumbuh positif pada periode itu.
Bagaimana mungkin penerimaan pajak karyawan justru naik ketika pendapatan perusahaan turun?
Maret lalu, pada awal pandemi, pemerintah pernah memberi penjelasan bahwa kenaikan penerimaan PPH Karyawan sejalan dengan pertambahan "pendapatan" karyawan berasal dari pencairan Tunjangan Hari Tua BP Jamsostek dan pesangon. Dengan kata lain, pertumbuhan penerimaan PPh karyawan justru berasal dari penerimaan dana JHT dan pesangon karyawan yang kehilangan pekerjaannya.
Nah, kemungkinan besar, penjelasan tersebut masih relevan terhadap data terbaru saat ini. Barangkali memang sebagian tambahan pendapatan masyarakat berasal dari subsidi pemerintah. Namun, lagi-lagi, kebijakan semacam itu juga respon atas situasi darurat pandemi.
Tanpa perlu menentramkan hati lewat pembandingan dengan negara lain, kita seharusnya menyadari bahwa situasi dan kondisi ekonomi saat ini memang buruk. Oleh sebab itu, ada baiknya seluruh energi dikerahkan untuk bertahan dalam situasi buruk yang entah kapan akan berakhir ini.
Menyusun kebijakan jangka panjang tentu baik-baik saja, namun kebijakan jangka pendek yang mampu merangsang tingkat produksi dan konsumsi ke arah pemulihan lebih diharapkan masyarakat untuk mengarungi masa sulit ini.
Penulis : Hasbi Maulana
Managing Editor
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News