kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Urgensi platform hubungan industrial


Senin, 08 Juli 2019 / 11:50 WIB
Urgensi platform hubungan industrial


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Hubungan industrial bisa tidak konstruktif, bahkan meruncing dengan munculnya pernyataan pihak pengusaha yang menuntut revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan. Revisi UU No. 13 Tahun 2003 dengan kondisi postur angkatan kerja nasional yang mayoritas berpendidikan rendah hanya akan menimbulkan perbudakan gaya baru.

Pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara, Agusmidah mengatakan, tidak tepat jika hubungan kerja yang diatur UU Ketenagakerjaan diganti menjadi lebih fleksibel, karena mayoritas tenaga kerja di Indonesia tergolong belum memiliki keterampilan yang mumpuni. Hubungan kerja yang sifatnya fleksibel itu lebih tepat digunakan untuk para pekerja profesional.

Jika hubungan kerja yang fleksibel itu dilaksanakan, yang akan terjadi yaitu situasi buruk di tempat kerja seperti yang terjadi di masa perbudakan. Oleh sebab itu ambisi merevisi UU Ketenagakerjaan hendaknya dikubur hingga postur SDM nasional memadai.

Lembaga kerja sama (LKS) Tripartit harus bisa menjadi representasi hubungan industrial. Pada prinsipnya LKS tripartit merupakan forum komunikasi dan konsultasi. Selama ini LKS Tripartit belum efektif karena terus berkutat mencari bentuk tanpa disertai platform yang tepat.

LKS membutuhkan platform yang tepat agar bisa berkembang dan mampu melakukan pelayanan secara baik pada dunia usaha maupun pekerja sesuai tuntutan perubahan global. Dengan platform baru tersebut diharapkan bisa berubah kearah peningkatan produktivitas, kualitas kerja, kompetensi dan daya saing pekerja. Maklum sebelumnya ada rivalitas tajam yang saling berhadap-hadapan dalam tripartit.

Keberadaan platform menunjang Sarana Hubungan Industrial terdiri Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Lembaga kerjasama Bipartit, dan Lembaga kerjasama Tripartit untuk mengatasi munculnya sengketa.

Profesor Kosuke Mizuno peneliti dari Center for Southeast Asian Studies Kyoto University Jepang, dalam seminar yang diselenggarakan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI menyatakan bahwa sistem hubungan industrial di Indonesia masih belum menggembirakan. Berbeda dengan di Jepang dan Jerman. Di Jerman memiliki kepastian hukum tinggi. Sedangkan di Jepang cenderung menempuh penyelesaian perselisihan secara informal atau jalan perdamaian.

Serikat pekerja di Indonesia belum mampu mengembangkan gerakan yang lebih luas di luar tuntutan hak normatif. Selain itu, Indonesia belum menemukan pola sinergi buruh dan pengusaha yang bisa membangkitkan produktivitas dan daya inovasi.

Saatnya membangun platform sebagai sarana untuk mendongkrak indeks literasi pekerja, kemampuan komunikasi, negosiasi dan koordinasi dalam mediasi hubungan industrial dan pengawasan Ketenagakerjaan. Platform juga ideal untuk mengembangkan bermacam aplikasi model layanan IT tenaga kerja untuk integrasi fungsi pelatihan dan produktivitas, penempatan tenaga kerja, pengawasan ketenagakerjaan, serta jaminan sosial.

Kolaborasi dengan start up

Pemerintah perlu mendorong terwujudnya platform otentik yang khas mengenai ketenagakerjaan Indonesia untuk mengimplementasikan berbagai macam aplikasi di bidang ketenagakerjaan. Termasuk untuk bermacam usaha rintisan terkait perburuhan dan agregasi konten-konten berita yang menyangkut segala aspek luas ketenagakerjaan. Dengan adanya agregasi konten ketenagakerjaan maka persoalan ketenagakerjaan bisa tertangani secara efektif.

Saatnya menyambut bangkitnya era platform dengan kondisi faktual di dalam negeri. Mengingat platform merupakan ekosistem yang sangat berharga dan berpengaruh yang dapat dengan cepat dan mudah mengukur, mengubah dan menggabungkan plank atau fitur-fitur baru.

Organisasi serikat pekerja bisa secara mandiri atau berkolaborasi dengan perusahaan rintisan atau start-up membangun platform dan plank yang mampu merangkul individu pekerja secara efektif. Kapasitas inovasi nasional maupun inovasi daerah perlu diarahkan untuk menciptakan platform ketenagakerjaan yang searah dengan perkembangan ekonomi digital.

Dinamika ketenagakerjaan di Indonesia yang menyimpan deposit konflik yang kontraproduktif dan hal-hal yang bisa merusak hubungan industrial perlu diatasi dengan komunikasi terapan dan media ketenagakerjaan yang mampu memproduksi konten yang positif. Konten yang mampu momotifasi pekerja dan menambah wawasan profesi. Adanya media pekerja Indonesia yang mampu mewujudkan agregasi konten dari berbagai penjuru kawasan industri di Tanah Air bisa memacu produktivitas dan daya saing pekerja.

Selain itu, hal ini bisa menepis atau mengatasi tindakan-tindakan atau aksi unjuk rasa yang tidak relevan dengan hubungan industrial. Contohnya aksi unjuk rasa oleh massa tidak jelas yang bisa dikatakan salah sasaran kepada perusahaan PMA Jepang, seperti PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), PT.Mitsubishi, dan lain-lain.

Karena adanya masalah pekerja oleh salah satu supplier yang merupakan tier industri otomotif. Toyota sendiri telah memiliki sekitar 105 supplier yang berada di posisi tier 1. Kalau ditarik garis panjang yakni menyertakan tier 2 dan 3, jumlah tersebut bisa jadi langsung mencapai ribuan

Dengan kondisi seperti itu jelas tidak relevan jika ada masalah ketenagakerjaan di pihak supplier maka PT Toyota harus terkena getahnya. Bahkan habis waktu untuk hal-hal yang tidak pada tempatnya.

Dengan adanya forum komunikasi dan media konten agregasi oleh pengurus serikat pekerja, maka kasus di atas bisa turut diatasi. Serikat pekerja lebih peduli dengan segala persoalan yang dihadapi oleh perusahaan. Dan mesti siap membangun opini publik jika perusahaannya diganggu. Apalagi jika masalahnya terkait dengan kelangsungan hidup perusahaan yang notabene adalah sumur kehidupan para pekerja.

Dengan adanya platform media, serikat pekerja bisa membantu menciptakan situasi yang baik antara pelaku industri dengan para supplier-nya untuk mendukung proses produksi. Hal itulah yang juga disadari oleh Toyota Indonesia, yang membuat pabrikan otomotif asal Jepang ini sangat peduli untuk menciptakan hubungan industrial yang sangat kuat bagi organisasi pekerja internal hingga pekerja selaku supplier tier 2 sampai tier 3.♦

Arif Minardi
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin SPSI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×