kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Utang China


Senin, 07 Januari 2019 / 13:44 WIB
Utang China


Reporter: Thomas Hadiwinata | Editor: Tri Adi

Tekanan global yang berasal dari China sangat mungkin bertambah dalam dua tahun mendatang. Jika selama tiga tahun terakhir dunia hanya mencemaskan pertumbuhan ekonomi Negeri Tembok Raksasa yang berputar sangat lambat, maka hingga 2020 mendatang pelaku pasar global perlu juga mencermati nilai tukar yuan terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

Dalam kolomnya di Bloomberg, Christopher Balding menggarisbawahi tingginya kemungkinan yuan mengalami musim rontok sepanjang tahun ini, dan 2020 mendatang. Prediksi itu dilontarkan Balding bukan karena ia curiga China ingin menggelembungkan lagi daya saingnya melalui nilai tukar yang lemah. Yang bisa membuat yuan terpuruk dalam waktu dekat adalah tumpukan utang dalam dollar AS yang kian tinggi.

Prediksi Balding ini memang kontras dengan reputasi China yang dipercaya banyak kalangan. Sebagai negeri yang malang melintang di pasar global, China punya cadangan devisa, tentu dalam dollar AS, terbesar sedunia.

Namun, ternyata penumpukan dollar di China terhenti sejak tiga tahun lalu. Nilai cadangan devisa yang menurut data resmi Beijing per November lalu sebesar US$ 3 triliun, tidak berbeda dengan angka per akhir tahun 2016.

Tren yang sebaliknya dialami kewajiban dalam dollar AS. Sejak tahun 2017, kewajiban China dalam dollar AS berbiak hingga US$ 70 per kuartal. Akhir tahun lalu pun, total utang luar negeri China mencapai US$ 1,9 triliun.

Angka itu memang terlihat mini jika dibandingkan dengan nilai ekonomi China yang mencapai US$ 13 triliun. Namun yang patut dicermati, dari total utang luar negeri sebesar itu, sebanyak US$ 1,2 triliun akan jatuh tempo di tahun ini.

Dan jumlah itu sangat mungkin bertambah, mengingat banyak perusahaan China mendapat utang dollar AS melalui afiliasinya yang berada di Hong Kong, New York ataupun negeri-negeri di Kepulauan Karibia. Dan utang dollar dari afiliasi ini belum terhitung di angka resmi yang diumumkan China.

Untuk menutup kewajibannya yang akan jatuh tempo, China bisa saja menggunakan cadangan devisanya atau memaksa korporasi yang berutang untuk melakukan refinancing dengan mengubah utangnya menjadi utang dalam yuan.

Namun, apa pun skenario yang akan dipilih baik oleh penentu kebijakan maupun korporasi di China, bakal membawa efek ke pasar global. Ini sentimen global baru dari China yang perlu kita cermati.•

Thomas Hadiwinata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×