kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,72   -9,77   -1.06%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Utang Tidak Produktif


Sabtu, 28 November 2020 / 11:50 WIB
Utang Tidak Produktif
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Pukulan pandemi korona (Covid-19) membuat babak belur anggaran negara. Lesunya ekonomi berdampak makin besarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Hingga Oktober 2020, defisit anggaran tembus Rp 764,9 triliun. Angka itu setara dengan 4,67% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Tak ada pilihan lain, utang menjadi jurus andalan pemerintah dalam menggali sumber pembiayaan anggaran. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, posisi utang pemerintah sampai akhir Oktober 2020 sebesar Rp 5.877,71 triliun. Alhasil rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 37,84%.

Dalam laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) edisi November 2020 yang baru dirilis Kemkeu, utang pemerintah pusat mengalami kenaikan 2,1% dari bulan sebelumnya. Dengan demikian, utang pemerintah bertambah Rp 120,84 triliun dari September 2020 yang sebesar Rp 5.757,87 triliun.

Pemerintah boleh saja merasa masih aman dengan jumlah utang tersebut, namun ada aspek penting yang harus diperhatikan pemerintah. Yakni, bagaimana mengelola utang secara maksimal demi memulihkan kinerja ekonomi di tengah pandemi.

Faktanya, pemerintah tidak maksimal memanfaatkan utang sebagai bahan bakar memacu pertumbuhan ekonomi. Tengok saja, realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang masih terbilang rendah. Dari anggaran PEN sebesar Rp 695,2 triliun, baru terealisasi Rp 386,01 triliun atau 55,5% per 11 November.

Padahal, PEN menjadi program andalan pemerintah, baik dalam mencegah penyebaran wabah maupun upaya memulihkan ekonomi yang terdampak pandemi.

Penyerapan anggaran pemerintah daerah (pemda) juga rendah. Hal ini nampak dari fenomena banyaknya dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap dan tidak terserap. Hingga September 2020, ada sekitar Rp 252,78 triliun dana pemerintah daerah mengendap di perbankan.

Padahal, sebagian besar dana pemda itu bersumber dari APBN melalui alokasi dana transfer daerah. Artinya, bersumber dari utang pemerintah pusat juga.

Bila saja pemerintah bisa maksimal memanfaatkan utang, maka ada peluang ekonomi tetap tumbuh. Minimal bisa mencegah resesi. Tapi yang terjadi, banyak pembiayaan bersumber utang justru tidak produktif. Akhirnya, utang tersebut malah semakin memberatkan anggaran negara.

Penulis : Havid Febri

Redaktur Pelaksana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×