kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

UU Cipta Kerja dan Percepatan Inovasi 5G


Kamis, 12 November 2020 / 14:44 WIB
UU Cipta Kerja dan Percepatan Inovasi 5G
ILUSTRASI.


Sumber: Harian KONTAN | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - Dalam kehidupan ekonomi secara luas, inovasi tentunya memberikan kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi. Bahkan Schumpter menyebutkan inovasi memberikan perkembangan ekonomi. Dalam lingkup yang lebih mikro, yakni pelaku usaha, Schumpeter berpandangan faktor entreprenourship menjadi faktor penentu untuk mampu menciptakan pertumbuhan melalui penciptaan inovasi dalam berproduksi. Keyakinan ini didasari oleh keberanian pelaku usaha untuk mengambil risiko.

Dalam hal kualitas jaringan telekomunikasi, Indonesia masih jauh dari ideal. Menurut Speedtest Global Index yang mengukur kecepatan internet di berbagai Negara, Indonesia berada di urutan 121 dari 138 negara yang diteliti. Indonesia di bawah Filipina, Thailand, Malaysia apalagi Singapura.

Dengan kondisi ini, inovasi merupakan suatu hal yang mutlak harus terjadi. Apalagi, kehidupan membutuhkan cara-cara baru untuk menjalankan kehidupan. Dalam hubungan antar Negara. Suatu Negara membutuhkan hal-hal baru untuk dapat memiliki kemampuan bersaing dengan negara lain. Karenanya, eksistensi inovasi merupakan suatu keniscayaan.

Dalam prakteknya, Schumpeter menjelaskan dukungan kepada pelaku usaha untuk mampu menciptakan inovasi antara lain memberikan apresiasi atas inovasi serta menciptakan lingkungan yang kondusif. Dalam kepentingan yang lebih luas, inovasi tidak hanya diserahkan ke pelaku usaha.

Pelaku usaha bisa saja enggan melakukan inovasi, karena tidak memberikan manfaat bagi kinerja usahanya. Faktor inersia (kelembaman) dapat menjadikan pelaku usaha nyaman dengan pencapaian yang sudah dihasilkan, dan tidak berani mengambil risiko untuk lebih inovatif.

Inovasi membutuhkan sumberdaya yang besar dan risiko yang tinggi. Beberapa ahli menganggap perlu kekuatan sumberdaya untuk berinovasi. Kadangkala membutuhkan kolaborasi antar pelaku usaha dalam mewujudkan inovasi yang besar, khususnya dalam hal pengembangan teknologi.

Dari faktor-faktor tersebut, inovasi tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar. Sejalan dengan pandangan strukturalis, negara perlu melihat kondisi struktur dalam pasar untuk kemudian mengambil tindakan untuk mencari solusi untuk memecahkannya.

Dalam kepentingan tersebut, kehadiran regulasi untuk mewujudkan struktur yang ada di pasar menjadi hal yang sangat penting.

Melalui Undang-undang maka setiap pemangku kepentingan dapat mendukung terwujudnya teknologi inovasi baru. Kehadiran UU No 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja yang mendorong kehadiran inovasi melalui teknologi baru sehingga patut diapresiasi.

Aturan ini bisa mendorong terwujudnya inovasi teknologi informasi Indonesia kepada generasi ke-lima, atau teknologi 5G.

Seiring dengan terus berlangsungnya wabah Pandemi Covid-19, kualitas jaringan komunikasi menjadi sangat penting. Sehingga pelaku usaha, baik yang eksisting maupun pelaku baru menatap potensi pengembangan inovasi teknologi 5G.

Aturan dalam UU memberikan payung hukum yang kuat untuk setiap pihak agar memposisikan diri. Salah satunya adalah lembaga pengawas persaingan usaha.

Solusi persaingan usaha

Melalui inovasi akan memperbesar kemungkinan adanya persinggungan dengan aturan yang berlaku dalam persaingan usaha. Ada tiga hal yang bisa terjadi; Pertama potensi terjadinya konsentrasi pasar; Kedua potensi terjadinya pengaturan produksi dan pemasaran; Ketiga, potensi penciptaan hambatan masuk sebagai konsekuensi komitmen pelaku usaha yang berkolaborasi. Namun kepentingan negara pada dasarnya menempatkan setiap pihak untuk menyesuaikan diri dengan Undang-undang demi terciptanya kepentingan umum. Pada inovasi di industri komunikasi, kepentingan masyarakat adalah mendapat jaringan teknologi 5G.

Hal ini sudah diatur di pasal 50 UU nomor 5 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal ini mengatur tentang pengecualian antara lain: pertama, perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Kedua perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau

Dalam keadaan seperti ini, tentunya kepentingan umum menjadi hal yang harus diutamakan. Namun tujuan untuk mewujudkan inovasi teknologi terbaru tetap harus kita jaga bersama. KPPU tetap konsen mengawasi persaingan usaha antaroperator (pelaku usaha) agar tidak keluar dari tujuan penciptaan inovasi. Ini penting, karena untuk menghindari bias dari tujuan ideal dalam UU dengan praktik yang terjadi.

Substansi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang harus dijaga adalah membuka kesempatan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penerapan teknologi baru. Artinya mimpi Indonesia untuk mengimplementasikan teknologi 5G segera terwujud. Hal baik ini jangan sampai menjadi mimpi semata, karena adanya pembelokan kepentingan publik.

KPPU pernah memberikan sumbang saran mengenai kerjasama pembagian frekuensi pada 19 September 2017 pada Peraturan Pemerintah No 52 dan No 53 tahun 2000 tentang pemberlakuan network sharing dan atau frequency sharing. Rekomendasi KPPU adalah aturan ini membuat terhambatnya inovasi dan meningkatkan hambatan masuk pasar (entry barrier).

Namun, kegiatan pelaku usaha untuk melakukan sharing frequency untuk teknologi saat ini., berbeda konteksnya dengan kepentingan teknologi inovasi baru yang ada di UU Cipta Kerja.

Kepentingan publik untuk mendapatkan inovasi teknologi disimplifikasi oleh kepentingan sesaat dengan atas nama efisiensi produksi melalui penciptaan frequency sharing untuk teknologi 4G. Modus untuk interpretasi teknologi baru di UU ini bisa menjadi faktor pudarnya mimpi untuk merasakan inovasi 5G.

Pendefinisian teknologi baru dengan perubahan minor yang seringkali diberikan label kompromi patut kita waspadai, seperti teknologi 4,5 atau istilah-istilah lain. Lembaga Pengawas persaingan pastinya dapat memahami kenapa UU Cipta Kerja ini hanya memperkenankan kerjasama penggunaan spektrum frekuensi ini untuk teknologi baru.

Meskipun sudah jelas, dukungan UU No 11/2020 untuk hadirnya teknologi 5G menjadi kurang maknanya, jika regulasi turunan tidak sebangun. Kita berharap pemerintah dapat meneruskan semangat kehadiran teknologi 5G dalam produk Peraturan Pemerintah (PP) nantinya.

Untuk itu penekanan teknologi baru tidak dikompromikan. Dan kita berharap esok hari hadir teknologi 5G yang memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi Indonesia.

Penulis : Guntur Syahputra Saragih

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×