kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Viral penculikan


Rabu, 07 November 2018 / 12:35 WIB
Viral penculikan


Reporter: Bagus Marsudi | Editor: Tri Adi

Video viral kasus penculikan anak, entah yang berhasil maupun yang bisa digagalkan, yang beredar belakangan ini cepat menyebar dan berhasil membuat para orangtua jeri. Berita tersebut cukup manjur untuk mengingatkan para orangtua akan pentingnya mengawasi anak-anaknya. Gara-gara ini juga, beberapa sekolah memperketat pengawasan penjemputan anak untuk menghindari hal yang tak diinginkan.

Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama bulan Juli lalu, ada sekitar 600.000 berita soal penculikan anak. Jumlah itu naik menjadi 900.000 pada Agustus dan terus meningkat menjadi lebih dari dua juta pada September. Hebatnya, jumlah terbanyak berita penculikan anak ditemukan pada Oktober, yakni mencapai lebih dari empat juta berita.

Meski berhasil membuat para orangtua lebih waspada, rupanya viral video penculikan itu tidak semuanya benar. KPAI menyebut, dari enam kabar penculikan anak yang menjadi viral dalam seminggu terakhir, sebagian besar terbukti tidak benar. Hanya satu yang benar terjadi, yaitu upaya penculikan yang berhasil dicegah di Bali pada Minggu, 28 Oktober silam.

Lantas, jika sebagian berita viral soal penculikan itu ternyata bohong (hoax), padahal telah berhasil membuat sebagian orangtua dan pihak lain menjadi was-was, bahkan ada yang paranoid, bisakah disebut hoax itu bermanfaat? Artinya, lewat berita yang tak benar pun, sebagian, entah orangtua maupun pihak sekolah, bisa diingatkan akan pentingnya kewaspadaan dan kepedulian pada keselamatan anak atau anak didik.

Waspada perlu, tapi paranoid jangan. Itulah yang seharusnya menjadi ukuran. Berita bohong tetap mengandung unsur negatif, karena tidak sesuai fakta. Sebagus apa pun pesan dan dampaknya, jika tidak didasari fakta, tetap saja lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaat. Buktinya, sebagian orangtua menjadi sangat protektif terhadap anaknya atau menuntut berlebihan pada sekolah atau asisten rumah tangga untuk mengawasi anak-anak. Dasarnya hanya kabar yang tak jelas sumber dan kebenarannya.

Tak cuma soal penculikan, kini kabar hoax mudah berkembang dengan motif sosial maupun politik. Susahnya, untuk informasi yang seru, viral, dan menegangkan, tidak mudah mengendalikan jemari yang selalu tergoda untuk membagi (forward). Tidak perlu terlalu muluk melawan kabar hoax. Hal kecil bisa mulai dari upaya mengendalikan jemari dan mendinginkan emosi.•

Bagus Marsudi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×