kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Waspada, tapi jangan panik


Senin, 27 Agustus 2018 / 16:24 WIB
Waspada, tapi jangan panik


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Tri Adi

Di tengah banyaknya tekanan, seperti krisis Turki dan Venezuela serta sentimen dari Amerika Serikat (AS), Indonesia mesti waspada, tapi jangan panik. Jangan sampai, terjadi krisis karena self-fulfilling prophecy atau ramalan yang terjadi karena kekhawatiran para pelaku pasar.

Secara umum, memang ada pelemahan daya topang fundamental terhadap rupiah karena current account deficit (CAD) membesar. Bank Indonesia (BI) mencatat, CAD kuartal II-2018 sebesar US$ 8 miliar atau 3,0% dari PDB. Angka ini lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar US$ 5,7 miliar atau 2,2% dari PDB.

Ini tentunya harus ditangani. Bisa dengan melakukan reprioritasisasi proyek-proyek infrastruktur dan menunda proyek-proyek yang tidak begitu mendesak. Seleksi impor dan mengubah kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) untuk barang impor merupakan beberapa opsi yang mungkin dilakukan, tapi mesti dilakukan dengan hati-hati. Jangan sampai ini menimbulkan reaksi balasan dari negara mitra dagang. Atau kelangkaan barang yang mendorong inflasi.

Saya lihat cadangan devisa BI masih banyak untuk jaga volatilitas rupiah. Cadangan devisa per akhir Juli 2018 berada di US$ 118,3 miliar, jauh lebih banyak dibandingkan krisis tahun 1997-1998 yang sempat di bawah US$ 20 miliar.

Selain itu Indonesia juga punya akses ke pooled fund Multilateralized Chiang Mai Initiative sebesar US$ 22,76 miliar, dan bisa dipakai untuk second line of defense jika cadangan devisa habis. Selain intervensi di pasar valas, BI dan pemerintah juga bisa melakukan intervensi di pasar sekunder SBN dengan membeli SBN jika ada aksi jual massal. Jika benar-benar diperlukan, BUMN-BUMN bisa buy back saham jika terjadi aksi jual massal.

Menghadapi banyaknya tekanan eksternal ini, pemerintah harus fokus menggerakkan faktor-faktor domestik seperti konsumsi rumah tangga. Pemerintah mesti menguatkan kondisi ekonomi domestik, terutama daya beli masyarakat agar konsumsi tumbuh kuat.•

Eric Sugandi
Ekonom Asian Development Bank

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×