Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Minggu (2/9) siang, viral di media sosial soal kegembiraan para atlet dan official Indonesia peraih medali Asian Games 2018. Di hari terakhir pelaksanaan perhelatan Asian Games 2018 itu, mereka menerima bonus uang sebagaimana dijanjikan oleh pemerintah.
Dengan besaran bonus atlet perseorangan Rp 1,5 miliar untuk peraih medali emas, Rp 500 juta untuk peraih medali perak, Rp 250 juta untuk peraih medali perunggu, lalu berturut-turut Rp 750 juta per orang, Rp 300 juta per orang, dan Rp 150 juta per orang untuk peraih medali emas, perak serta perunggu kategori atlet beregu, pemerintah menggelontorkan dana tak kurang dari Rp 210 milyar untuk keseluruhan bonus prestasi. Termasuk di dalam angka tersebut, bonus untuk para pelatih dan asisten pelatih yang besarnya bervariasi.
Di luar itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga sedang berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk bisa mewujudkan hadiah rumah kepada para peraih medali emas. Lalu, kepada semua peraih medali juga disampaikan penawaran untuk bisa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kempora.
Sukses penyelenggaraan, sukses prestasi, memang seharusnya diikuti dengan sukses masa depan bagi para atletnya. Besaran bonus yang tergolong luar biasa ini semestinya bisa menjadi modal para atlet untuk optimistis menghadapi masa depan.
Masalahnya, apakah kepemilikan aset dan rupiah pada saat ini bisa menjamin seseorang akan memiliki juga financial freedom, setidaknya tidak berkekurangan di masa mendatang? Ini adalah tantangan yang sesungguhnya dihadapi pemerintah manakala mereka memberikan hadiah aset, pekerjaan dan bonus uang sebagai bagian dari upaya memastikan kehidupan yang lebih baik bagi para pahlawan olahraga ini.
Mari kita menengok ke belakang. Betapa banyak atlet berprestasi kita, para juara dunia di bidang olah raga, yang begitu dielu-elukan pada masa jayanya, namun lantas seperti terlupakan di masa tuanya. Betapa banyak atlet jawara kita, yang bergelimang bonus dan harta ketika menorehkan tinta emas untuk negara, namun harus terlunta-lunta hidupnya ketika usia tak lagi muda.
Bahkan di tengah euforia keberhasilan kontingen Indonesia melompatkan prestasinya di Asian Games kali ini, berbagai aksi kemanusiaan sedang bergerak untuk bisa mengumpulkan biaya pengobatan bagi putra dari Winarni, legenda olahraga peraih juara angkat besi pada Kejuaraan Dunia 1997 kelas 50 kg dan peraih medali perunggu cabang olahraga yang sama pada Olimpiade Sidney 2001 yang butuh dana operasi bagi sang putra sekitar Rp 325 juta yang terkena atresia esofagus. Sebuah kelainan pada saluran yang menghubungkan mulut dengan perut, sehingga putranya tidak bisa meneruskan makanan dengan baik dari mulut ke perut.
Kita juga masih ingat legenda tinju nasional Ellyas Pical, juara IBF kelas Bantam Yunior. Setelah lewat masa jaya, ia harus melakoni hidup sebagai satpam dan office boy. Malah pada 2005 ia sempat tersandung kasus peredaran narkoba. Ironis.
Maka, tiba saatnya kita harus berpikir bahwa segala apresiasi berupa aset, kesempatan dan juga saldo kepemilikan dana kepada para atlet itu harus disikapi sebagai kail. Bukan ikan, yang akan habis tanpa sisa untuk bisa dinikmati lagi di masa tua.
Dan salah satu upaya terbaik untuk memastikan para atlet berprestasi itu mampu menggunakan kail dengan baik untuk mendapatkan ikan sepanjang hidupnya adalah dengan mengenalkan mereka kepada apa yang disebut dengan wealth management.
Ini adalah layanan jasa manajemen kekayaan (keuangan) yang membantu seseorang untuk mewujudkan tujuan keuangannya di masa mendatang. Termasuk di dalamnya memastikan bahwa seseorang itu tidak mengalami kekurangan dana di masa tuanya.
Wealth management tidak hanya berbicara mengenai rencana investasi jangka panjang, namun juga mengajarkan tentang bagaimana mengembangkan aset, mengelola hutang, melindungi dan mengalokasikan kekayaan melalui perencanaan pajak, trust serta manajemen risiko.
Fokus berprestasi
Harus diakui, bahwa godaan konsumtif bagi siapapun yang tiba-tiba memiliki harta dan aset dalam jumlah yang tidak sedikit, sangatlah besar. Dari seseorang yang seringkali hanya bisa bermimpi untuk mendapatkan sebuah produk atau jasa idaman, mendadak merasa memiliki modal yang cukup untuk memiliki apa yang diimpikannya itu.
Maka, sebelum seluruh aset dan kepemilikan uang itu tandas untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif dan sesaat, sangat baik apabila ada pihak yang mulai memikirkan. Bahwa mereka harus segera berkenalan dengan pentingnya pengelolaan keuangan dan wealth management.
Mengapa harus wealth management? Apakah mereka mampu mengelola keuangan sendiri?
Jawabnya bisa saja. Namun ingat, bahwa tugas utama mereka adalah berlatih keras secara konsisten, dan fokus mengikuti berbagai kejuaraan demi mendulang prestasi. Ingat, rata-rata peraih medali di Asian Games 2018 ini adalah generasi muda, yang kesempatan berprestasi masih panjang dan sekaligus belum dewasa dan miskin pengalaman dalam hal mengelola aset dan harta.
Keterbatasan waktu untuk memikirkan pemanfaatan aset dan harta karena tuntutan profesionalisme pejuang olahraga inilah yang menjadi alasan utama mengapa mereka butuh orang lain untuk memikirkan masa depan keuangannya. Biarkan wealth management yang mengelola aset dan hartanya, dan biarkan para atlet berkonsentrasi penuh untuk mencetak sejarah prestasi berikutnya.
Maka, pemberian apresiasi kepada para pencetak sejarah di arena Asian Games 2018 ini dirasa kurang paripurna, jika tidak dilengkapi dengan upaya pemahaman bagaimana memanfaatkan apresiasi yang diterimanya.
Siapa yang bisa mengambil peran ini? Pemerintah sendiri, lembaga keuangan dan lembaga konsultan. Dalam pandangan saya, keberadaan divisi wealth management di hampir semua lembaga keuangan khususnya perbankan saat ini, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan itu. Akan lebih baik juga jika inisiasi bisa datang dari lembaga pemilik layanan wealth management, apalagi bila aliran dana itu lewat rekening bank.
Formatnya bisa berupa kerjasama wealth management antara perbankan dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, atau langsung dengan federasi olahraga nasional yang ada. Apakah itu yang sekedar bersifat pelatihan dan sosialisasi, atau langsung diberikan dalam bentuk pendampingan manajerial dengan memberikan jasa gratis wealth management kepada atlet berprestasi.
Maka, bersegeralah lembaga keuangan pemilik layanan wealth management merapat. Gunakan kesempatan ini sebagai wahana pengabdian bagi bangsa dan negara. Manfaatkan peluang ini untuk bisa lebih banyak membuat warga negara melek finansial. Melek pengelolaan keuangan.•
Fajar S. Pramono
Asistant Vice President sebuah bank BUMN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News